Liburan semester telah datang, dan seperti liburan
semester-semester lalu, saya sangat benci. Saat semua teman saya pulang
kampung, bercengkarama dengan keluarga mereka. Ah….. saya juga kangen
ibu, mbak yas, mbak nita, tata dan kubur bapak. Tuhan hanya ngasih
kesempatan saya pada waktu puasa dan hari raya idul fitri berada
ditengah-tengah mereka, waktu lain saya anggap sebagai hadiah paling
berharga.
#ORANG-ORANG YANG BISA SAYA TEMUIN SETAHUN SEKALI
Tidak dengan liburan semester 5
ini. Liburan kali ini berkesan dan saya menghabiskan dengan orang-orang
abnormal. Liburan pertama saya habiskan dengan orang sama-sama buangan
dari ponorogo terdampar diprovinsi yang dianugerahi sumber daya alam
sangat melimpah. Jembatan barito, jembatan penghubung antara kalimantan
selatan dan kalimantan tengah. Saya sudah dua kali dengan ini ke
jembatan ini. Jembatan yang diresmikan oleh presiden ke dua RI, Pak
Harto (Kata kak iqbal rezim setan) .
Liburan
ini sangat sial. Berangkat dari rumah ke Banjarmasin, Banjarabaru
diguyur hujan lebat. Hampir saja saya membatalkan perjalanan ini, tapi
saya ingat sudah lama saya tak berjalan dengan cowok abnormal ini.
Tebakan saya benar, perjalanan diwarnai dengan canda serta tawa khas
kami (bejalan dengan dia pasti bisa lepas). Dari kampus dia kami makan
di warung bulik (warung cendana yang tak terusir). Langsung pergi ke
jembatan barito. Dengan cueknya kami menertawakan hal yang kami anggap
lucu. Tak terasa barito udah ada didepan mata kami. Ah…. Senangnya,
dalam hati saya bilang “liburan sesaat, sebelum tiba-tiba sepi di
Banjarbaru”. Disana kami lakukan cuma gaya standart, foto-foto. Narsis
tak bisa dihilangkan dari hidup saya. Puas berfoto-foto dan melihat
orang-orang pacaran disepanjang jembatan ini, yang tak tahu malu
bercumbu dimuka umum. “Hellow gak ada tempat lainkah?”. Puas dari
jembatan ini langsung pulang karena cuaca yang tak mendukung. Berakhir
sudah liburanq kali ini, sekarang waktunya menyepi di Banjarbaru.
jembatan barito cuy
Senin
malam, tiba-tiba arsyad sms, “mit, besok jadi ikut k kandangan kan?”.
Tanpa pikir panjang saya membalas sms dia “iya”. Padahal dalam hati
masih bimbang antara berangkat atau tetap berteman dengan sepi di
Banjarbaru. Tapi besoknya saya putuskan untuk berkemas-kemas pakaian
cukup untuk 4 hari di Kandangan. Melakukan liburan dengan orang-orang
tak normal lagi, dan lagi-lagi saya menjadi wanita perkasa. Tujuan utama
adalah sebuah wisata di kabupaten tersebut ‘LOKSADO’, nama yang tak
asing bagi penggila wisata gunung. Berjanjian jam 7 pagi sudah berangkat
dari Banjarbaru, tapi tetap molor 2 jam menjadi jam 9.00. “Hadeh, jam
karet pasti tak bisa terhindari dari kinday”.
Sepanjang
jalan ketawa-ketawa, bercanda dengan mereka (acad, bahrani, indra dan
abdi lpm sukma). Dasar laki-laki, pasti ada aja yang membuat mereka
memperlaju atau memperlambat kecepatan kendaraan mereka, kalo tidak
kecantikan kaum hawa, ya kaum hawa bisa membuat kaum adam menjadi
berubah, itulah kelebihan wanita. Jalan yang kami lalui cukup membuat
hati kami miris, karena kami harus melihat dengan mata kepala kami
sendiri, truk-truk besar berlalu lalang membawa sebuah sumber daya yang
seharusnya bisa dijaga, tak dikeroyok dengan buasnya oleh tangan-tangan
yang tak bertanggung jawab. Untung dimereka, rugi dimasyarakat kita.
Mungkin 10 tahun kalsel masih bisa berjaya dan bangga dengan permata
hitam itu tapi belum tentu 10 tahun yang akan datang permata hitam itu
masih ada. Tapi kami hanya sebagian kecil mahasiswa yang tak bisa
berbuat banyak, mungkin benar sindiran teman dari luar pulau yang sempat
berdatang disini “mahasiswa disini kalsel bodoh, tak tahu apa yang
seharusnya dilakukan, mereka hanya mati atau berpura-pura tidur dan masa
bodoh kejadian yang benar-benar nyata didepan mata”. Hal yang sangat
membuat kami tetampar, tapi kami hanya sebagian kecil dari yang
menentang dan tak bisa berbuat banyak.
Perjalanan
ke kota dodol ini kali ini adalah perjalanan ke dua bagi saya. Tepat
jam 12.00 kami sudah dapat menghirup udara di kota ini. Perjalanan 3 jam
dengan 2 kali istirahat. Duduk santai di taman samping kantor bupati
Hulu Sungai Selatan. Tujuan pertama adalah bertemu dengan bupati, karena
kami ingin jajak pendapat tentang kegiatan kami yang akan
memperkenalkan budaya serta masyarakat adat kepada mahasiswa lain. Tapi
sayang, mungkin tidak jodoh, karena bapak tidak ada ditempat. Kami
bingung mau kemana, kalau langsung berangkat ke loksado jelas sudah
sangat siang, tak mungkin, lalu kami memutuskan untuk mengisi bensin
perut dulu.
Setelah beres mengisi bensin
perut, kami meluncur kerumah Ruly, salah satu anggota Lpm Kinday.
Rumahnya cukup mudah dicari, tapi entah mengapa karena ke oonan kami,
kami sampai berbolak-balik 3 kali, seperti mengukur jalan di desa asam.
Kesan pertama, rumahnya besar juga, khas rumah orang banjar, dari kayu.
Disini nanti saya akan tidur. Rumah yang nyaman, bahkan penghuninya
(abah, umi, ilmi) pun ramah. Dan para lelaki tidurnya berpindah-pindah,
untuk 2 hari mungkin mereka tidur ditempat kakeknya acad, malam lainnya
mereka menginap ditempat abdi, di negara. Obsesi bahrani adalah mancing
dan naik klotok.
Hari pertama di rumah
ruly, saya seakan menemukan keluarga saya. Ilmi, adik lelaki ruly dan
satu-satunya belajar ditemani umi, “ah.. saya ingat sampai semester 1
kemarin ibu masih setia menemani belajar”. Makan bersama “keinget waktu
diponorgo, dulu juga gitu, apalagi kalo buka puasa pasti rebutan
makanan, kangen masakan ibu”. Shalat berjamaah “ingat bapak, pasti
mengajak shalat berjamaah waktu magriban”
Membuka
mata dihari berikunya, serasa masih mimpi. Saya ada dikota ini,
ditengah keluarga yang berbahagia ini. Hari kedua adalah acara puncak
bagi kami. Ke loksado, survei tempat untuk acara dies natalis PPMI.
Perjalanan memang sangat jauh. Kami start dari rumah ruli jam 8, kali
ini bener-bener jam 8 pagi, Hal yang sangat janggal bagi saya karena
tumben anak-anak ini gak karet. 6 orang dengan 3 kendaraan yang berbeda
merk, kendaran yang tangguh. Perjalanan dengan orang-orang yang baru
pertama kali ke Loksado. Kami hanya berpatokan pada penunjuk jalan.
Jalan lempeng pokoknya. Kami melalui jalan berbukit-bukit dan terjal
atapi sudah beraspal. Kami melihat bukit-bukit terjal, seperti bekas
longsor atau apalah, obyek foto yang bagus, tapi kami tak berpikir
sesempit itu, kalo kami berhenti, barang tentu tabrakan tak akan
terhindar. Tapi akhirnya hasrat narsis kami tersalurkan dengan berfoto
dimakam pahlawan pusara bakti banua, anehnya waktu berfoto, acad selalu
menutup matanya yang satunya yang ternyata TIMBILEN ditutupi, selain
foto ternyata indra tak tahan mengeluarkan sesuatu dari perutnya. Dia
mencari dimana ada kamar mandi, tapi tak menemukannya. Indra pun harus
menahan hasrat untuk mengeluarkannya, karena kami harus melanjutkan
perjalanan ini segera mengingat cuaca agaknya tak mendukung karena
mendung dan hujan. Akhirnya kami menyerah ketika hujan semakin deras.
Kami berteduh dipintu gerbang loksado. Lagi-lagi indra mencari tempat
yang tepat untuk membuang itu semua, keusilan kami pun muncul, kami
mengabadikan itu semua, tapi sayang tempat tak strategis membuat indra
tak bisa mengeluarkan lagi.
Hujan agak
sedikit reda, kami lanjut perjalanan, yang dalam hati saya sebentar lagi
pasti sampai.
Ya, memang benar sudah samapi di loksado, kami sudah bisa
melihat aliran air, keindahan alam. Kami sempat berfoto-foto lagi
diujung jalan ini. Indra pun bisa membuang semua, tak hanya dia,
ternyata bahrani juga mengalami hal yang sama dengan indra, lebih
anehnya abdi gosok gigi. Acad pun menanyakan dimana haratai, ternya
masih sangat jauh. Puas mengeluarkan semua, kami ingin mengisi perut
tapi kami berpikir sebentar lagi kita sampai, tahan dulu, makan disana
saja. Ternyata pikiran kami salah besar. Harati 1 tujuan kami sangat
jauh sekali, haduh, jalannya pun sangat sakit. Jalan setapak yang hanya
muat 1 kendaraan saja. Terjal, berbatu, naik turun. Kurang lebih 5 kg
jalan yang kami tempuh, tapi terasa jauh sekali. Kanan-kiri hanya ada
pepohonan yang masih rindang, masih sangat perawan, tak pernah disentuh
oleh tangan-tangan usil tak bertanggung jawab. Keperkasan kendaraan kami
juga dipertaruhkan. Tidak sampai tujuan tiba-tiba abdi berhenti, dan
dia bilang ‘kendaraan aku bocor’, hadeh… ada-ada aja, ditempat sesepi
ini, jelas tidak ada tukang tambal ban. Untung kendaraannya memilih
tempat yang agak tepat, ada beberapa rumah penduduk disitu, siapa tahu
ada sedikit pertolongan. Acad memilih bertanya dengan salah satu
penduduk disitu. Saya sarankan dia mengajak abdi, karena abdi sedikit
banyak bisa menggunakan bahasa dayak. Ternyata dugaan saya salah, kakek
yang ditanyain acad bisa disebut seorang berpendidikan. Kakek itu
ternyata adalah pensiunan Angkatan Darat jaman Pak Harto. Dengan
bangganya kakek itu bercerita tentang rezim soeharto (Lagi-lagi saya
keinget kata-kata bang iqbal tentang rezim ini), kejadian G 30 S PKI.
Kami hanya bisa menganggukan kepala. Ada yang tak tahu harus bilang apa,
parah lagi indra, dia dengan cueknya merokok dan tetap menulis
dibukunya. Setelah cukup mendengarkan kakek, kami melanjutkan
perjalanan. Para lelaki dengan berjalan dan menuntun kendaraan (bukti
kesolidan), dan saya menaiki kendaraan (tak kuat dengan jalannya yang
naik turun). Ternyata benar kata kakek tadi, tidak begitu jauh. Kami
sudah berada di pintu gerbang desa haratai 1. Senang hati, sudah sampai
tujuan. Langsung kami pergi ke kepala desa, kami utarakan maksud kami,
tentang kegiatan kami. Diluar dugaan, ternyata kepala desanya lumayan
berpendidikan, dan terbuka (dibanding kepala desa yang pernah saya temui
diberbagai kesempatan waktu praktik lapang diakhir semester). Bapak
kepala desa banyak bercerita bagaimana masyarakat adat bekerja. Beliau
juga bercerita tentang keadaan alam, anggrek yang tidak dibudidayakan
serta tentang alam yang belum disentuh oleh siapapun, alam di haratai 1
masih sangat perawan, tapi entah bila di Tanjung habis semakin merembet
ksini, dan di kabupaten tapin habis merembet kesini juga. Rasa terpukul
mendengar itu, apakah nanti mahasiswa di kalimantan selatan juga akan
berdiam tanpa gerakkan lagi, akan menjadi orang bisu, menjadi orang
buta, tidak mengoptimalkan panca indera yang sudah diberikan cuma-cuma
oleh Tuhan kepada kita? Entah, saya pun tak tahu jawaban pastinya.
Kantor desa aktif malam, kalo siang malah tidak ada yang berurusan.
Sedikit banyak basa-basi. Masyarakat sekitar juga baik, mereka
menyarankan untuk istirahat dirumah mereka, tidak hanya orang jawa aja
yang ramah, tapi juga masyarakat dayak. Tak berapa lama ketika kami
berbincang, ada yang membawa pisang, pas sekali dengan keadaan perut
kami yang kosong. Tanpa bicara lagi kami membabat habis pisang tersebut.
Setelah membabat habis pisang, para lelaki lalu bergerak untuk
memperbaiki kendaraan abdi. Indra dengan tangan dinginnya cekatan
mengganti ban dalam tersebut.
Saya,
Ruly dan acad melanjutkan perjalanan menuju air terjun haratai. Kata
kepala desa hanya sekitar 1 km dari rumah, bisa saja naik kendaraan cuma
sampai balai desa, selanjutnya jalan kaki. Kami jalan kaki bertiga,
serasa jauh sekali. Kami semangat, tapi sampai tengah jalan kami putus
asa karena tak ketemu-ketemu air terjun yang terkenal itu. Yang
terdengar hanya suara gemercik air. Mau kembali rasa sudah jauh, mau
terus tapi kami tidak menemukannya. Bahkan kami tak bawa air sedikit
pun. Tapi kami nekat terus. Ternyata, perjuangan kami tak sia-sia,
akhirnya kami menemukan keindahan alam itu. Luar biasa. Tuhan
menciptakan alam ini kepada masyarakat kandangan. Kagum dan sedikit
miris ketika membayangkan berapa tahun mendatang akankah masih tetap
perawan seperti ini atau dirusak. Tak berapa lama ketika kami
berfoto-foto, datanglah bahrani, indra dan abdi. Abdi sudah seperti
kakek-kakek karena dia membawa tongkat, rupanya dia tak kuat dengan
jalan menanjak. Bisa dimaklumi karena bodynya. Kami lanjut naik ke atas.
Ternyata kami bisa melihat lebih dekat air terjun itu. Luar biasa.
Bahrani yang dari kemarin tak pernah hati-hati, dia tergelincir lagi dan
terpaksa mandi. Ya ke empat cowok tak normal itu akhirnya mandi di air
terjun ini. Saya yang lagi ada tamu tak berani untuk mandi, walaupun
ruly merengek-rengek minta mandi.
Ceria, sangat ceria. Keceriaan dari
kaum-kaum kuli tinta kampus tanpa bayaran ini. Beteriak, berenang,
bercanda itu yang kami lakukan. Setelah puas mandi, kami pun langsung
turun, mengingat waktu yang sudah semakin sore. Kami harus segera ke
polisi setempat untuk minta ijin kegiatan. Perjalan dari air terjun pun
tak mulus. Karena berapa kali diantara kami pasti ada tergelincir, dan
lagi-lagi bahrani yang tergelincur, saya, dan bergantian yang lainnya.
Perjalanan pulang ini bagi saya lebih cepat dibanding dengan waktu
berangkat. Kami berencana kembali menemui kepala desa untuk bertanya
masalah yang belum sempat kami tanyakan tadi. Tapi ternyata kepala desa
udah turun ke loksado. Tanpa pikir panjang kami pulang, ditengah jalan
kami mampir sebentar kepada kakek tadi, untuk sekedar pamit. Perjalanan
pulang ini lagi-lagi lebih cepat dibanding berangkat. Tiba-tiba kami
sudah berada dipintu gerbang loksado.
Tidak
lama, kami sudah berada didekat kantor polisi. Kami berhenti di warung
samping kantor polisi. Saya dan indra yang berurusan di kantor
polisi(ini yang saya suka). Kami berdua berjalan ke kantor tersebut,
polisi disini sangat ramah, ganteng-ganteng pula. Tanpa buang waktu
banyak(sumpah saya pengen berlama-lama disini, saya betah) indra
mengutarakan maksud, kami diarahkan menemui pimpinannya yang ternyata
mau mandi. Kami disuruh menunggu didalam ruangan, tapi karena saya masih
pengen ngbrol dengan mereka, saya dan indra tetap diluar, ngobrol
sekitar lokasi dan tentang penginapan. Tak lama kami berbincang, kepala
polsek datang dan mengajak kami ke ruangan. Indra mengutarakan maksudnya
untuk meminta ijin kegaiatan. Seperti bawahannya, atasan juga sangat
ramah (dimata saya). Setelah beres urusan, dan mengantongi ijin secara
lisan kami berpamitan. Ternyata kawan-kawan kami diwarung tersebut
mengisi bensin perut. Indra pun ikut makan mie. Tak berapa lawas
kapolsek juga datang diwarung tersebut. Berbnincang dengan kami
mahasiswa. Waktu juga telah senja, kami memutuskan meneruskan perjalanan
pulang. Padahal bawahan kapolsek, baru aja menginjakkan kaki di warung
tersebut (kecewa lagi). Tak terasa kami sudah berada di pusat kota
kandangan lagi. Saya dan ruly langsung menuju rumah ruly dan para lelaki
mencari kopi disekitar pusat kota. Setelah sampai rumah, kami mandi,
salat, makan dan istirahat karena badan rasa remuk semua. Besok kami
harus melanjutkan kegiatan kami ketemu bupati HSS untuk sekedar jajak
pendapat.
Besok harinya tepat jam 8
juga, para lelaki itu menjemput kami. Ruly tak ikut dalam perjalanan
hari ini. Jadi cuma kami ber 5 aja. Setelah sms ajudan bupati, ternyata
bapak bupati tak ada dikantor, sesuai rencana, bila tak dikantor kami
menemui dirumah dinas. Ternyata tamu sangat banyak, ya seperti biasa
mahasiswa selalu dibelakangkan, apalagi pers mahasiswa dipontang-panting
birokrasi. Kami utarakan maksud kami pada satpol PP, satpol PP
memanggil ajudan bupati, ajudan meminta surat, dan fatalnya kami tak
membuat surat audiensi, maksud kami hanya pengen ketemu untuk jajak
pendapat beliau tentang kegiatan kami yang mengenalkan budaya yang ada
di kabupaten tempat beliau memimpin. Tapi pil pahit yang harus kami
telan, karena beliau pergi dengan pejabat yang terakhir beliau temuin.
Padahal kami berjam-jam menunggu beliau. Bahrani, acad, indra yang
sempat tertidur ditempat sat pol pp. Padahal besok kami harus sudah
kembali ke kota idaman. Satu-satunya harapan hanya abdi yang asli kota
ini untuk tetap maju menemui beliau.
Jumat
pagi, kota kandangan tak secerah yang saya harapakan, padahal kami
kemarin sudah berencana untuk berangkat pagi dari kota ini untuk bisa
menemui bupati tapin. Tapi Tuhan berkata lain, Tuhan menurunkan rejeki
hujannya pagi-pagi. Saya memaksakan untuk pulang ke kota banjarabru,
karena sudah lama sekali saya meninggalkan gubuk kecil kakakku untuk
berlibur di kota ini. Setelah sempat beradu pendapat dengan para lelaki
perkasa, dan lagi-lagi wanita selalu menang(ini yang saya senangi,
walaupun dianggap lelaki, tapi fisik saya tetap wanita, mereka selalu
saja mengalah), mereka akhirnya harus berhujan-hujan dari nagara
kandangan. Sekitar jam 10 kami berangkat dari pusat kota kandangan
menuju kota banjarbaru. Waktu juga tak terburu, dan lagi-lagi tugas
menemui petinggi kami serahkan pada abdi.
Semula
kami berempat berkendaraan saling salip, tapi indra dan acad harus
mengisi bensin kendaraan, saya dan bahrani memutuskan untuk berdahulu.
Sekitar berapa km kami berjalan, rupanya kendaraaan saya tak kuat,
ngambek, dan ban dalam pun bocor. Untuk tak berapa jauh, kami menemukan
tambal ban, tak seperti abdi kemarin waktu ke perjalanan haratai. Tak
berapa lama waktu menunggu ban ditambal, acad mesms saya, ternyata dia
sudah berada jauh didepan kami. Dia memutuskan untuk menununggu kami,
padahal saya sudah bilang tak usah ditunggu. Setelah selesai mengganti
ban dalam saya dan bahrani melanjutkan perjalanan, dan tak berapa lama
kami bertemu dengan mereka berdua. Kami saling salip untuk mengejar
waktu. Ternyata ketangguhan motor indra pun drop juga. Lagi-lagi
bermasalah dengan ban dalam tepat di pintu gerbang yang bertuliskan
selamat datang di Tapin. Lebih parah dari pada kendaraan saya, tapi tak
separah kendaraan abdi. Indra hanya menuntun lebih kurang 700 m dengan
jalan yang sangat mulus. Kami berempat saling bercanda sembari menunggu
proses penambalan ban. Sekitar 30 menit sudah beres semua, tanpa pikir
panjang kami langsung cabut. Perjalanan kali ini sangat mulus, tak
terasa kami sudah berada di astambul, dengan tanda-tanda banyak kaum
memakia sarung baju koko serta kopyah. Rasa senang hati sudah sampai,
dan sebentar lagi tugu kebanggan warga banjarbaru terlihat. Saya dan
Bahrani berteriak ketika terlihat tugu tersebut. Kami berempat sampai di
agrotek bersamaan.
Perjalanan selama 4
hari sudah kami lewati, selesai untuk sekedar survei tempat. Tapi
pekerjaan rumah kami masih sangat banyak untuk agenda dies natalis PPMI
di kota ini. Semangat kawan-kawan LPM di Banjamasin.