Selasa, 18 September 2012

Pesan Singkat Buat Kawan


*Teruntuk ading2 kinday*
Tidak terasa perjalanan Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia Dewan Kota Banjarmasin (PPMI DK Banjarmasin), sudah pergantian sekjend baru. Perjalanan panjang yang tak begitu banyak berarti. Ini bisa dilihat dari pengakuan sekjend kota (jaman acad) sendiri disetiap kumpul. Jika boleh iri, kami sangat iri dengan dewan kota lain yang terlebih dulu terbentuk. Terlihat rasa kebersamaan mereka, bahkan mereka sadar mereka mempunyai wadah untuk berekspresi. Wadah untuk semuanya. Lihat saja PPMI Jember, yang mempunyai tikungan, atau ppmi Jogjakarta yang mempunyai gawe. Mungkin ppmi dk Banjarmasin masih merintis jalan kesitu. Mengumpulkan, menjadikan satu pikiran dalam wadah yang tak punya apa-apa ini sulit. Ada 5 lpm (Sekarang lebih banyak, lupa tepatnya berapa) yang bernanung di ppmi dk Banjarmasin. Padahal sangat banyak lagi lpm-lpm lain di kota ini yang belum bergabung dan kami takut untuk menerbangkan sayap, mengajak bergabung.
Jika boleh menyalahkan, mungkin kami bisa menyalahkan orang luar. Efek media massa yang merangkul kami sangat banyak. Istilah handak melakukan pembinaan dalam lingkup pers mahasiswa. LPM di Banjarmasin seakan menjadi primadona. Siapa tidak bangga, menulis di Koran besar, nama organisasi, pribadi bahkan kadang fasilitas yang diinginkan oleh para awak pers mahasiswa disediakan begitu mudahnya oleh mereka. Seperti yang pernah saya tuliskan sebelumnya. Ada benang merah yang bisa ditarik. Benang merah positif dan benang merah negative.  Efek yang ditimbulkan luar biasa. LPM di Banjarmasin menjadi terkotak-kotak. Sadar atau tidak sadar.   LPM A adalah LPM nya media A, LPM B adalah LPM nya media B (semoga efek ini tidak berlanjut). Sebenarnya tidak sehat terjadi pengkotakkan seperti ini. Tulisan pun tidak lagi khas anak pers mahasiswa, sudah tercampur gaya bahasa yang diinginkan pasar, istilah kerennya “ngepop”. Muncul pertanyaan apakah ini sehat bagi pertumbuhan kami?
Sehat tidak sehat, itulah yang akhirnya dijalankan LPM di Banjarmasin. Saling sikut untuk eksis di media tertentu (dulu sih, sekarang kan lebih solid, mungkin). Mungkin sebagian besar dari alumni pers mahasiswa memang ingin terjun menjadi wartawan. Akupun tidak munafik, aku memang mempunyai keinginan besar untuk kesana.  Siapa tidak mau, menjadi manusia keren, yang harus lebih tahu dari polisi, lebih tahu dari wali kota. Sanggup menangkap semua informasi, ke lima panca indra pun harus benar-benar hidup. Tapi bagiku, sebuah pers mahasiswa, adalah satu-satunya pers mahasiswa penuh dinamika. Pers mahasiswa tidak ada tuntutan tiap hari harus ada berita, mereka cenderung harus menganalisis lebih dalam. Karena rata-rata media pers mahasiswa di Banjarmasin terbit dua bulan sekali. Pers mahasiswa tidak dituntut lebih untuk mengimbangi kemajua jaman, gaya yang dimau pembaca. Akan tetapi, analisanya lebih tajam. Tidak untuk diperas mengisis style-style yang diinginkan penikmat media umum.
Pengharapan yang besar ditengah eksistensi diri, pers mahasiswa di Bajarmasin, tetap hidup sedia kala. Tidak mengikuti style maupun gaya penulisan media manapun. Buat teman-teman yang meneruskan, mengisi kinday, tetap jadi diri sebagai pers mahasiswa, bukan media umum. Di pers mahasiswa ini lah, kita dapat mengembangkan. Toh bila nantinya pengen terjun, yakin lah seyakin-yakin lah kesematan kalian terbuka lebar.

Minggu, 12 Agustus 2012

Kalsel 4 tahun aku diisini

Bekantan, Intan Martapura, Batu bara, Barito, Pasar terapung. Jika fauna, batu permata, hasil alam, nama sungai serta obyek wisata ini disebut langsung terbayang kalimantan selatan. Sebuah daerah paling selatan di pulau Kalimantan. Banua, demikian banyak orang yang menyebut.

Provinsi yang beribu sungai ini persisnya berada di sebelah barat dengan provinsi Kalimantan Tengah, sebelah timur dengan selat Makassar, sebelah selatan dengan laut jawa dan sebelah utara dengan provinsi Kalimantan Timur.

Provinsi Kalimantan Selatan secara geografis memilki letak wilayah 114,19" 33" BT - 116 33' 28" BT dan 121' 49" LS 110" 14" LS dengan luas wilayah 37.377,53 km2 atau hanya 6,98% dari luas wilayah pulau Kalimantan.

Daerah yang paling luas adalah kab Kotabaru kemudian kabupaten Banjar serta yang paling kecil tapi padat penduduknya adalah kota Banjarmasin.

Daerah kalimantan Selatan terkenal dengan sungainya. Selain sungai barito, banyak aliran sungai yang mengalir di Banjarmasin dan sekitarnya sehingga kita juga mempunyai wisata yang menarik yaitu pasar terapung.

Namun dibalik itu semua, banyak ternyata masalah yang ada Provinsi penghasil batu bara no 2 se Indonesia ini, lampu byar pet yang tidak kunjung selesai. Yang tidak kalah penting adalah ketertinggalan desa. Banyak desa tertinggal, SDM yang sangat-sangat kalah dengan Indonesia bagian manapun. Sebut saja desa Kuala tambangan yang berada di takisung Kabupaten Tanah Laut. Disitu hanya terdapat satu TK atau sekarang ini disebut dengan PAUD, 1 Sekolah Dasar serta 1 SMP yang terletak jauh dari penduduk. Fasilitas yang ada disitu bisa disebut tidak layak pakai atau jauh dari fasilitas yang ada dipusat kota. Pantas saja para penduduknya rata-rata hanya berpendidikan lulusan SD. Tidak ada dukungan, dorongan serta bantuan dari pemerintah yang membuat mereka berpikir pendidikan itu penting serta melanjutkannya. Para pemuda hanya duduk santai dan berokok ataupun dikapal tanpa ada sehelai benang pun ada dibadan mereka.

Coba kita melihat aturan

Pasal 31

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.

(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.

(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Apa gunanya aturan, pasal ini dibuat? Hanya untuk dilanggar atau buat pamer pada dunia, Indonesia punya ini? Tidak ada tindak lanjut secara konkret, apa gunanya adanya BLT, Beasiswa pendidikan yang setunyuk itu? kalo tidak tepat sasaran.

Rupanya banyak PR bagi para calon2 pemimpin Banua itu sendiri, Selamat Pilkada, Selamat bersaing. Tapi ingat banyak PR menghadang kalian setelah dipercayai amanah rakyat.


#sampai sekarang belum ada buktinya cing

Liburan menikmati alam yang masih ''PERAWAN"

Liburan semester telah datang, dan seperti liburan semester-semester lalu, saya sangat benci. Saat semua teman saya pulang kampung, bercengkarama dengan keluarga mereka. Ah….. saya juga kangen ibu, mbak yas, mbak nita, tata dan kubur bapak. Tuhan hanya ngasih kesempatan saya pada waktu puasa dan hari raya idul fitri berada ditengah-tengah mereka, waktu lain saya anggap sebagai hadiah paling berharga.

#ORANG-ORANG YANG BISA SAYA TEMUIN SETAHUN SEKALI

Tidak dengan liburan semester 5 ini. Liburan kali ini berkesan dan saya menghabiskan dengan orang-orang abnormal. Liburan pertama saya habiskan dengan orang sama-sama buangan dari ponorogo terdampar diprovinsi yang dianugerahi sumber daya alam sangat melimpah. Jembatan barito, jembatan penghubung antara kalimantan selatan dan kalimantan tengah. Saya sudah dua kali dengan ini ke jembatan ini. Jembatan yang diresmikan oleh presiden ke dua RI, Pak Harto (Kata kak iqbal rezim setan) .

Liburan ini sangat sial. Berangkat dari rumah ke Banjarmasin, Banjarabaru diguyur hujan lebat. Hampir saja saya membatalkan perjalanan ini, tapi saya ingat sudah lama saya tak berjalan dengan cowok abnormal ini. Tebakan saya benar, perjalanan diwarnai dengan canda serta tawa khas kami (bejalan dengan dia pasti bisa lepas). Dari kampus dia kami makan di warung bulik (warung cendana yang tak terusir). Langsung pergi ke jembatan barito. Dengan cueknya kami menertawakan hal yang kami anggap lucu. Tak terasa barito udah ada didepan mata kami. Ah…. Senangnya, dalam hati saya bilang “liburan sesaat, sebelum tiba-tiba sepi di Banjarbaru”. Disana kami lakukan cuma gaya standart, foto-foto. Narsis tak bisa dihilangkan dari hidup saya. Puas berfoto-foto dan melihat orang-orang pacaran disepanjang jembatan ini, yang tak tahu malu bercumbu dimuka umum. “Hellow gak ada tempat lainkah?”. Puas dari jembatan ini langsung pulang karena cuaca yang tak mendukung. Berakhir sudah liburanq kali ini, sekarang waktunya menyepi di Banjarbaru.
jembatan barito cuy

Senin malam, tiba-tiba arsyad sms, “mit, besok jadi ikut k kandangan kan?”. Tanpa pikir panjang saya membalas sms dia “iya”. Padahal dalam hati masih bimbang antara berangkat atau tetap berteman dengan sepi di Banjarbaru. Tapi besoknya saya putuskan untuk berkemas-kemas pakaian cukup untuk 4 hari di Kandangan. Melakukan liburan dengan orang-orang tak normal lagi, dan lagi-lagi saya menjadi wanita perkasa. Tujuan utama adalah sebuah wisata di kabupaten tersebut ‘LOKSADO’, nama yang tak asing bagi penggila wisata gunung. Berjanjian jam 7 pagi sudah berangkat dari Banjarbaru, tapi tetap molor 2 jam menjadi jam 9.00. “Hadeh, jam karet pasti tak bisa terhindari dari kinday”.


Sepanjang jalan ketawa-ketawa, bercanda dengan mereka (acad, bahrani, indra dan abdi lpm sukma). Dasar laki-laki, pasti ada aja yang membuat mereka memperlaju atau memperlambat kecepatan kendaraan mereka, kalo tidak kecantikan kaum hawa, ya kaum hawa bisa membuat kaum adam menjadi berubah, itulah kelebihan wanita. Jalan yang kami lalui cukup membuat hati kami miris, karena kami harus melihat dengan mata kepala kami sendiri, truk-truk besar berlalu lalang membawa sebuah sumber daya yang seharusnya bisa dijaga, tak dikeroyok dengan buasnya oleh tangan-tangan yang tak bertanggung jawab. Untung dimereka, rugi dimasyarakat kita. Mungkin 10 tahun kalsel masih bisa berjaya dan bangga dengan permata hitam itu tapi belum tentu 10 tahun yang akan datang permata hitam itu masih ada. Tapi kami hanya sebagian kecil mahasiswa yang tak bisa berbuat banyak, mungkin benar sindiran teman dari luar pulau yang sempat berdatang disini “mahasiswa disini kalsel bodoh, tak tahu apa yang seharusnya dilakukan, mereka hanya mati atau berpura-pura tidur dan masa bodoh kejadian yang benar-benar nyata didepan mata”. Hal yang sangat membuat kami tetampar, tapi kami hanya sebagian kecil dari yang menentang dan tak bisa berbuat banyak.

Perjalanan ke kota dodol ini kali ini adalah perjalanan ke dua bagi saya. Tepat jam 12.00 kami sudah dapat menghirup udara di kota ini. Perjalanan 3 jam dengan 2 kali istirahat. Duduk santai di taman samping kantor bupati Hulu Sungai Selatan. Tujuan pertama adalah bertemu dengan bupati, karena kami ingin jajak pendapat tentang kegiatan kami yang akan memperkenalkan budaya serta masyarakat adat kepada mahasiswa lain. Tapi sayang, mungkin tidak jodoh, karena bapak tidak ada ditempat. Kami bingung mau kemana, kalau langsung berangkat ke loksado jelas sudah sangat siang, tak mungkin, lalu kami memutuskan untuk mengisi bensin perut dulu.
Setelah beres mengisi bensin perut, kami meluncur kerumah Ruly, salah satu anggota Lpm Kinday. Rumahnya cukup mudah dicari, tapi entah mengapa karena ke oonan kami, kami sampai berbolak-balik 3 kali, seperti mengukur jalan di desa asam. Kesan pertama, rumahnya besar juga, khas rumah orang banjar, dari kayu. Disini nanti saya akan tidur. Rumah yang nyaman, bahkan penghuninya (abah, umi, ilmi) pun ramah. Dan para lelaki tidurnya berpindah-pindah, untuk 2 hari mungkin mereka tidur ditempat kakeknya acad, malam lainnya mereka menginap ditempat abdi, di negara. Obsesi bahrani adalah mancing dan naik klotok.

Hari pertama di rumah ruly, saya seakan menemukan keluarga saya. Ilmi, adik lelaki ruly dan satu-satunya belajar ditemani umi, “ah.. saya ingat sampai semester 1 kemarin ibu masih setia menemani belajar”. Makan bersama “keinget waktu diponorgo, dulu juga gitu, apalagi kalo buka puasa pasti rebutan makanan, kangen masakan ibu”. Shalat berjamaah “ingat bapak, pasti mengajak shalat berjamaah waktu magriban”
Membuka mata dihari berikunya, serasa masih mimpi. Saya ada dikota ini, ditengah keluarga yang berbahagia ini. Hari kedua adalah acara puncak bagi kami. Ke loksado, survei tempat untuk acara dies natalis PPMI. Perjalanan memang sangat jauh. Kami start dari rumah ruli jam 8, kali ini bener-bener jam 8 pagi, Hal yang sangat janggal bagi saya karena tumben anak-anak ini gak karet. 6 orang dengan 3 kendaraan yang berbeda merk, kendaran yang tangguh. Perjalanan dengan orang-orang yang baru pertama kali ke Loksado. Kami hanya berpatokan pada penunjuk jalan. Jalan lempeng pokoknya. Kami melalui jalan berbukit-bukit dan terjal atapi sudah beraspal. Kami melihat bukit-bukit terjal, seperti bekas longsor atau apalah, obyek foto yang bagus, tapi kami tak berpikir sesempit itu, kalo kami berhenti, barang tentu tabrakan tak akan terhindar. Tapi akhirnya hasrat narsis kami tersalurkan dengan berfoto dimakam pahlawan pusara bakti banua, anehnya waktu berfoto, acad selalu menutup matanya yang satunya yang ternyata TIMBILEN ditutupi, selain foto ternyata indra tak tahan mengeluarkan sesuatu dari perutnya. Dia mencari dimana ada kamar mandi, tapi tak menemukannya. Indra pun harus menahan hasrat untuk mengeluarkannya, karena kami harus melanjutkan perjalanan ini segera mengingat cuaca agaknya tak mendukung karena mendung dan hujan. Akhirnya kami menyerah ketika hujan semakin deras. Kami berteduh dipintu gerbang loksado. Lagi-lagi indra mencari tempat yang tepat untuk membuang itu semua, keusilan kami pun muncul, kami mengabadikan itu semua, tapi sayang tempat tak strategis membuat indra tak bisa mengeluarkan lagi.
Hujan agak sedikit reda, kami lanjut perjalanan, yang dalam hati saya sebentar lagi pasti sampai.
Ya, memang benar sudah samapi di loksado, kami sudah bisa melihat aliran air, keindahan alam. Kami sempat berfoto-foto lagi diujung jalan ini. Indra pun bisa membuang semua, tak hanya dia, ternyata bahrani juga mengalami hal yang sama dengan indra, lebih anehnya abdi gosok gigi. Acad pun menanyakan dimana haratai, ternya masih sangat jauh. Puas mengeluarkan semua, kami ingin mengisi perut tapi kami berpikir sebentar lagi kita sampai, tahan dulu, makan disana saja. Ternyata pikiran kami salah besar. Harati 1 tujuan kami sangat jauh sekali, haduh, jalannya pun sangat sakit. Jalan setapak yang hanya muat 1 kendaraan saja. Terjal, berbatu, naik turun. Kurang lebih 5 kg jalan yang kami tempuh, tapi terasa jauh sekali. Kanan-kiri hanya ada pepohonan yang masih rindang, masih sangat perawan, tak pernah disentuh oleh tangan-tangan usil tak bertanggung jawab. Keperkasan kendaraan kami juga dipertaruhkan. Tidak sampai tujuan tiba-tiba abdi berhenti, dan dia bilang ‘kendaraan aku bocor’, hadeh… ada-ada aja, ditempat sesepi ini, jelas tidak ada tukang tambal ban. Untung kendaraannya memilih tempat yang agak tepat, ada beberapa rumah penduduk disitu, siapa tahu ada sedikit pertolongan. Acad memilih bertanya dengan salah satu penduduk disitu. Saya sarankan dia mengajak abdi, karena abdi sedikit banyak bisa menggunakan bahasa dayak. Ternyata dugaan saya salah, kakek yang ditanyain acad bisa disebut seorang berpendidikan. Kakek itu ternyata adalah pensiunan Angkatan Darat jaman Pak Harto. Dengan bangganya kakek itu bercerita tentang rezim soeharto (Lagi-lagi saya keinget kata-kata bang iqbal tentang rezim ini), kejadian G 30 S PKI. Kami hanya bisa menganggukan kepala. Ada yang tak tahu harus bilang apa, parah lagi indra, dia dengan cueknya merokok dan tetap menulis dibukunya. Setelah cukup mendengarkan kakek, kami melanjutkan perjalanan. Para lelaki dengan berjalan dan menuntun kendaraan (bukti kesolidan), dan saya menaiki kendaraan (tak kuat dengan jalannya yang naik turun). Ternyata benar kata kakek tadi, tidak begitu jauh. Kami sudah berada di pintu gerbang desa haratai 1. Senang hati, sudah sampai tujuan. Langsung kami pergi ke kepala desa, kami utarakan maksud kami, tentang kegiatan kami. Diluar dugaan, ternyata kepala desanya lumayan berpendidikan, dan terbuka (dibanding kepala desa yang pernah saya temui diberbagai kesempatan waktu praktik lapang diakhir semester). Bapak kepala desa banyak bercerita bagaimana masyarakat adat bekerja. Beliau juga bercerita tentang keadaan alam, anggrek yang tidak dibudidayakan serta tentang alam yang belum disentuh oleh siapapun, alam di haratai 1 masih sangat perawan, tapi entah bila di Tanjung habis semakin merembet ksini, dan di kabupaten tapin habis merembet kesini juga. Rasa terpukul mendengar itu, apakah nanti mahasiswa di kalimantan selatan juga akan berdiam tanpa gerakkan lagi, akan menjadi orang bisu, menjadi orang buta, tidak mengoptimalkan panca indera yang sudah diberikan cuma-cuma oleh Tuhan kepada kita? Entah, saya pun tak tahu jawaban pastinya. Kantor desa aktif malam, kalo siang malah tidak ada yang berurusan. Sedikit banyak basa-basi. Masyarakat sekitar juga baik, mereka menyarankan untuk istirahat dirumah mereka, tidak hanya orang jawa aja yang ramah, tapi juga masyarakat dayak. Tak berapa lama ketika kami berbincang, ada yang membawa pisang, pas sekali dengan keadaan perut kami yang kosong. Tanpa bicara lagi kami membabat habis pisang tersebut. Setelah membabat habis pisang, para lelaki lalu bergerak untuk memperbaiki kendaraan abdi. Indra dengan tangan dinginnya cekatan mengganti ban dalam tersebut.

Saya, Ruly dan acad melanjutkan perjalanan menuju air terjun haratai. Kata kepala desa hanya sekitar 1 km dari rumah, bisa saja naik kendaraan cuma sampai balai desa, selanjutnya jalan kaki. Kami jalan kaki bertiga, serasa jauh sekali. Kami semangat, tapi sampai tengah jalan kami putus asa karena tak ketemu-ketemu air terjun yang terkenal itu. Yang terdengar hanya suara gemercik air. Mau kembali rasa sudah jauh, mau terus tapi kami tidak menemukannya. Bahkan kami tak bawa air sedikit pun. Tapi kami nekat terus. Ternyata, perjuangan kami tak sia-sia, akhirnya kami menemukan keindahan alam itu. Luar biasa. Tuhan menciptakan alam ini kepada masyarakat kandangan. Kagum dan sedikit miris ketika membayangkan berapa tahun mendatang akankah masih tetap perawan seperti ini atau dirusak. Tak berapa lama ketika kami berfoto-foto, datanglah bahrani, indra dan abdi. Abdi sudah seperti kakek-kakek karena dia membawa tongkat, rupanya dia tak kuat dengan jalan menanjak. Bisa dimaklumi karena bodynya. Kami lanjut naik ke atas. Ternyata kami bisa melihat lebih dekat air terjun itu. Luar biasa. Bahrani yang dari kemarin tak pernah hati-hati, dia tergelincir lagi dan terpaksa mandi. Ya ke empat cowok tak normal itu akhirnya mandi di air terjun ini. Saya yang lagi ada tamu tak berani untuk mandi, walaupun ruly merengek-rengek minta mandi.
 Ceria, sangat ceria. Keceriaan dari kaum-kaum kuli tinta kampus tanpa bayaran ini. Beteriak, berenang, bercanda itu yang kami lakukan. Setelah puas mandi, kami pun langsung turun, mengingat waktu yang sudah semakin sore. Kami harus segera ke polisi setempat untuk minta ijin kegiatan. Perjalan dari air terjun pun tak mulus. Karena berapa kali diantara kami pasti ada tergelincir, dan lagi-lagi bahrani yang tergelincur, saya, dan bergantian yang lainnya. Perjalanan pulang ini bagi saya lebih cepat dibanding dengan waktu berangkat. Kami berencana kembali menemui kepala desa untuk bertanya masalah yang belum sempat kami tanyakan tadi. Tapi ternyata kepala desa udah turun ke loksado. Tanpa pikir panjang kami pulang, ditengah jalan kami mampir sebentar kepada kakek tadi, untuk sekedar pamit. Perjalanan pulang ini lagi-lagi lebih cepat dibanding berangkat. Tiba-tiba kami sudah berada dipintu gerbang loksado.
Tidak lama, kami sudah berada didekat kantor polisi. Kami berhenti di warung samping kantor polisi. Saya dan indra yang berurusan di kantor polisi(ini yang saya suka). Kami berdua berjalan ke kantor tersebut, polisi disini sangat ramah, ganteng-ganteng pula. Tanpa buang waktu banyak(sumpah saya pengen berlama-lama disini, saya betah) indra mengutarakan maksud, kami diarahkan menemui pimpinannya yang ternyata mau mandi. Kami disuruh menunggu didalam ruangan, tapi karena saya masih pengen ngbrol dengan mereka, saya dan indra tetap diluar, ngobrol sekitar lokasi dan tentang penginapan. Tak lama kami berbincang, kepala polsek datang dan mengajak kami ke ruangan. Indra mengutarakan maksudnya untuk meminta ijin kegaiatan. Seperti bawahannya, atasan juga sangat ramah (dimata saya). Setelah beres urusan, dan mengantongi ijin secara lisan kami berpamitan. Ternyata kawan-kawan kami diwarung tersebut mengisi bensin perut. Indra pun ikut makan mie. Tak berapa lawas kapolsek juga datang diwarung tersebut. Berbnincang dengan kami mahasiswa. Waktu juga telah senja, kami memutuskan meneruskan perjalanan pulang. Padahal bawahan kapolsek, baru aja menginjakkan kaki di warung tersebut (kecewa lagi). Tak terasa kami sudah berada di pusat kota kandangan lagi. Saya dan ruly langsung menuju rumah ruly dan para lelaki mencari kopi disekitar pusat kota. Setelah sampai rumah, kami mandi, salat, makan dan istirahat karena badan rasa remuk semua. Besok kami harus melanjutkan kegiatan kami ketemu bupati HSS untuk sekedar jajak pendapat.

Besok harinya tepat jam 8 juga, para lelaki itu menjemput kami. Ruly tak ikut dalam perjalanan hari ini. Jadi cuma kami ber 5 aja. Setelah sms ajudan bupati, ternyata bapak bupati tak ada dikantor, sesuai rencana, bila tak dikantor kami menemui dirumah dinas. Ternyata tamu sangat banyak, ya seperti biasa mahasiswa selalu dibelakangkan, apalagi pers mahasiswa dipontang-panting birokrasi. Kami utarakan maksud kami pada satpol PP, satpol PP memanggil ajudan bupati, ajudan meminta surat, dan fatalnya kami tak membuat surat audiensi, maksud kami hanya pengen ketemu untuk jajak pendapat beliau tentang kegiatan kami yang mengenalkan budaya yang ada di kabupaten tempat beliau memimpin. Tapi pil pahit yang harus kami telan, karena beliau pergi dengan pejabat yang terakhir beliau temuin. Padahal kami berjam-jam menunggu beliau. Bahrani, acad, indra yang sempat tertidur ditempat sat pol pp. Padahal besok kami harus sudah kembali ke kota idaman. Satu-satunya harapan hanya abdi yang asli kota ini untuk tetap maju menemui beliau.
Jumat pagi, kota kandangan tak secerah yang saya harapakan, padahal kami kemarin sudah berencana untuk berangkat pagi dari kota ini untuk bisa menemui bupati tapin. Tapi Tuhan berkata lain, Tuhan menurunkan rejeki hujannya pagi-pagi. Saya memaksakan untuk pulang ke kota banjarabru, karena sudah lama sekali saya meninggalkan gubuk kecil kakakku untuk berlibur di kota ini. Setelah sempat beradu pendapat dengan para lelaki perkasa, dan lagi-lagi wanita selalu menang(ini yang saya senangi, walaupun dianggap lelaki, tapi fisik saya tetap wanita, mereka selalu saja mengalah), mereka akhirnya harus berhujan-hujan dari nagara kandangan. Sekitar jam 10 kami berangkat dari pusat kota kandangan menuju kota banjarbaru. Waktu juga tak terburu, dan lagi-lagi tugas menemui petinggi kami serahkan pada abdi.

Semula kami berempat berkendaraan saling salip, tapi indra dan acad harus mengisi bensin kendaraan, saya dan bahrani memutuskan untuk berdahulu. Sekitar berapa km kami berjalan, rupanya kendaraaan saya tak kuat, ngambek, dan ban dalam pun bocor. Untuk tak berapa jauh, kami menemukan tambal ban, tak seperti abdi kemarin waktu ke perjalanan haratai. Tak berapa lama waktu menunggu ban ditambal, acad mesms saya, ternyata dia sudah berada jauh didepan kami. Dia memutuskan untuk menununggu kami, padahal saya sudah bilang tak usah ditunggu. Setelah selesai mengganti ban dalam saya dan bahrani melanjutkan perjalanan, dan tak berapa lama kami bertemu dengan mereka berdua. Kami saling salip untuk mengejar waktu. Ternyata ketangguhan motor indra pun drop juga. Lagi-lagi bermasalah dengan ban dalam tepat di pintu gerbang yang bertuliskan selamat datang di Tapin. Lebih parah dari pada kendaraan saya, tapi tak separah kendaraan abdi. Indra hanya menuntun lebih kurang 700 m dengan jalan yang sangat mulus. Kami berempat saling bercanda sembari menunggu proses penambalan ban. Sekitar 30 menit sudah beres semua, tanpa pikir panjang kami langsung cabut. Perjalanan kali ini sangat mulus, tak terasa kami sudah berada di astambul, dengan tanda-tanda banyak kaum memakia sarung baju koko serta kopyah. Rasa senang hati sudah sampai, dan sebentar lagi tugu kebanggan warga banjarbaru terlihat. Saya dan Bahrani berteriak ketika terlihat tugu tersebut. Kami berempat sampai di agrotek bersamaan.

Perjalanan selama 4 hari sudah kami lewati, selesai untuk sekedar survei tempat. Tapi pekerjaan rumah kami masih sangat banyak untuk agenda dies natalis PPMI di kota ini. Semangat kawan-kawan LPM di Banjamasin.